Kebisingan Anyar dari Tanah Parahyangan


Banyak yang berpendapat bahwa Bandung kini tak lagi menghasilkan band-band baru. Ada juga yang berpendapat kancah musik Bandung sekarang ini tidak ada regenerasi. Pendapat kebanyakan orang itu mengacu pada sejarah manis yang telah digoreskan Bandung yang selalu sukses melahirkan band-band lokal yang dapat berbicara dalam skala nasional maupun internasional.

Namun jika ditelusuri lagi, Bandung dalam periode 10 tahun terakhir ini sebenarnya masih melahirkan gelombang-gelombang musik baru dengan deretan band-band segar yang menjadi penyemaraknya. Walau harus diakui memang sangat sedikit dari banyak band baru tersebut yang akhirnya dapat bergaung kencang di pentas nasional dan internasional. Karena itulah terbentuk asumsi bahwa kancah musik Bandung kini 'teu rame'.

Pada masa Themilo muncul pada awal 2000an, Bandung berangsur-angsur menjadi lautan dream pop dengan munculnya banyak band-band yang memiliki petikan melodi bernada manis yang dihasilkan oleh paduan efek reverb dan chorus gitar yang dibungkus oleh suara synth keyboard yang hangat. Musik-musik dari Themilo, Elemental Gaze, Ansaphone, Ravenina atau Jelly Belly memang cocok dinikmati dalam iklim Bandung yang di kala itu masih sejuk dengan irama kota yang berdenyut dalam gerak lambat.

Setelah gelombang dream pop dilanjutkan dengan gelombang post rock instrumentalia yang masih memiliki kekerabatan erat dengan gelombang sebelumnya. Band-band seperti Under the Bright Yellow Sun, Autumn Ode, Echolight menyajikan musik yang masih menampilkan paduan gitar reverb dan chorus namun kali ini dengan progresi yang lebih dinamis. Struktur lagu memiliki banyak kamar dengan pola yang kian memuncak mendekati akhir lagu. Pada era ini kehidupan Bandung tak lagi pelan dan santai. Udaranya juga kian panas dan setiap akhir pekan jalanan macet tak karuan. Membuat gerah para penghuninya.

Karena itu, ada sebagian anak muda Bandung yang mungkin lelah dengan keadaan kota lalu berusaha untuk menjauh dari pusat dan lebih dekat alam. Para biduan alam seperti Nada Fiksi, Teman Sebangku, Mr. Sonjaya, Deugalih & Folks, Rusa Militan dan teman-teman sejawatnya bercerita mengenai sungai, senja, ilalang, danau, bukit, hutan dan gunung. Inilah masa dimana gelombang musik folk melanda Bandung pada periode 2010-2013.

Sementara para penggiat folk mendekatkan diri ke alam ketika lelah dengan keadaan kota, sebagian lagi ada yang memilih untuk berkumpul di bar-bar kecil yang penuh dengan kepulan asap rokok kretek, rokok putih atau (jika barangnya tersedia) mariyuana. Atau bagi yang tidak suka menghirup asap cukup dengan meminum pilsener dingin. Inilah masa dimana gelombang Stoner Rock Bandung muncul yang diwakili oleh Sigmun, Lizzie, Kaitzr, The Slave, Vrosk dan para kerabatnya. Mereka memainkan distorsi dengan lambat, bertenaga, dalam dan berat yang seakan menjadi teriakan kekecewaan terhadap kota Bandung yang kian kacau.

Memasuki era Ridwan Kamil, Bandung menjadi gemar bersolek, trendi namun juga semakin riuh. Seiring dengan itu, ada letupan-letupan kebisingan dari gerombolan anak muda yang mulai jenuh dengan sekitarnya. Mereka menjadi generasi penerus dari apa yang telah dibangun oleh gelombang dream pop, shoegaze dan post rock para pendahulunya. Digawangi oleh tumpukan distori gitar yang kini sarat oleh raungan fuzz yang agresif seakan mengiringi ritme kota yang juga semakin cepat yang disebabkan oleh Bandung yang terus mempercantik diri.

Kini, mari kita sambut gerombolan kebisingan anyar dari tanah Parahyangan berikut ini:


Heals















Tahun lalu band ini merilis single perdana bertajuk "Void". 4 menit 31 detik yang solid dan menyenangkan. Liriknya sendiri secara tidak langsung bercerita mengenai keadaan dimana seseorang berada di dalam titik jenuh yang maksimal. Mungkin cocok untuk jadi anthem dari kegelisahan remaja Bandung sekarang ini. Melalui single tersebut, Heals telah menarik perhatian banyak orang termasuk label legendaris Bandung FFWD Record. Setelah sekian tahun tidak mengontrak band baru akhirnya di penghujung 2015 kemarin, Heals resmi bergabung dengan FFWD dan berencana akan segera merilis debut album mereka.




Fuzzy, I





Band yang berasal dari sisi Barat Bandung ini memiliki daya ledak tinggi yang mampu mengobarkan kembali teenage angst yang kini mungkin sering terjadi karena persoalan-persoalan kecil seperti koneksi wi-fi tidak jalan atau teman tidak 'ngelove' post Instagram. Referensi musik-musik yang mereka adopsi berasal dari era awal 90an dimana kebanyakan personilnya baru dilahirkan. Single penuh energi "Animal Gaze" yang diluncurkan tahun lalu menjadi pengingat agar kita perlu mengawasi gerak-gerik Fuzzy, I di masa depan. 



Pipepole

Pipepole juga salah satu band anyar yang mengamalkan setiap ayat dari kitab indie rock 90an dengan baik. Seakan Pipepole adalah band tercecer dari era MTV Alternative Nation yang video musiknya tidak sempat mengudara. Single "My Path Sounds Better With You" adalah lagu cinta yang mengandung unsur maskulinitas dan coolness yang kental namun tidak membuat lagu ini juga cocok digunakan sebagai latar iklan rokok. 



Uncanny

Band ini terbentuk di Bandung coret alias Jatinangor. Musik mereka adalah ramuan dari berbagai pengaruh noise rock atau fuzz rock di bawah bimbingan nabi besar rock 90an Thurston Moore dan J Mascis. Sejauh ini mereka baru mengunggah satu lagu pada halaman Soundcloud mereka. Lagu yang berjudul "Battle of The Mind" ini terdengar sangat intens, tidak banyak basa-basi dan penuh kegeraman. Di penghujung lagu, teriakan kian memuncak seakan menggambarkan puncak peperangan pikiran yang menjadi tema dari lagu ini.


Noirless

Tidak banyak info mengenai band ini. Karena mereka sendiri baru mengunggah demo mereka sekitar 6 hari yang lalu. Dari keterangan pada halaman Soundcloud, mereka merekam demo ini di Als Studio, studio yang sama yang menghasilkan album Axis Mundi dari Polka Wars. Single "Indecisive" rasanya meriah namun sekaligus mengawang-ngawang dengan sayup-sayup vokal yang membuat kita tidak peduli dengan lirik yang dinyanyikannya. 






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Day #11: The Like In I Love You

Lampau: Ulasan Album Centralismo - SORE

Enam Lagu Yang Mendefinisikan Paloh Pop